Sabtu, 30 Juni 2012

Ali dan Fatimah ^^



Sungguh beruntung bila diantara kita ada yang bisa mengikuti jejak cinta dari seorang Ali bin Abi Thalib RA dan istrinya Fathimah Az-Zahra RA. Karena keduanya adalah sosok yang memiliki cinta sejati yang mumpuni. Saling mengisi dan percaya dalam mengarungi bahtera kehidupan. Saling menenguhkan keimanan masing-masing kepada Allah SWT. Dan untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti kisah singkat tentang cinta sejati mereka:

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah, karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilahkan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Namun, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

Umar ibn Al-Khaththab. Ya, Al-Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan ’Umar.”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al-Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulullah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali pun ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulullah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ” ”Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!” ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi disana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak, itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan. ”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu? ”Entahlah…” “Apa maksudmu?” “Menurut kalian apakah ’”Ahlan wa Sahlan” berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !” Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang, bukan janji-janji dan nanti-nanti.

Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ” ‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan siapakah pemuda itu?” Sambil tersenyum Fathimah pun berkata; “Ya, karena pemuda itu adalah dirimu”

Kemudian Nabi SAW bersabda: “ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fathimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut”

Kemudian Rasulullah SAW. mendoakan keduanya: “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak”

Yogyakarta, 28 April 2011
Mashudi Antoro (Oedi`)


masih adakah kisah se"fitrah" ini di dunia ini? ah, romeo and juliet aja kalah romantis ^^




Jumat, 29 Juni 2012

setia show

 jadi ceritanya senyum community mau ngisi acara Festifal Kesenian Yogyakarta, dan nampilin adik adik dari panti asuhan nurul yasmin dan al quddus

ya sekedar nemenin mereka aja,
nyampe sana karena pakai jaket kulit hitam dan bawa gitar langsung disuruh naek panggung, zzz bukan saya mas yang mau manggung, *jadi inget jaman SMP dulu, sering tampil, tapi sekarang udah gak pernah lagi
untung gak pake kacamata hitam, pasti disangka vokalis radja baru dan pada minta tanda tangan

ternyata mereka bakat juga, ada yang suaranya bwaagussss, merinding dengernyaa, ini nih orangnya, doi dari panti asuhan nurul yasmin, lupa namanya, soalnya gak pernah ke panti ini, soalnya kalo ngajar biasanya di al quddus


bawain lagu "muhasabbah cinta" nya edcoustic , wuihhh, suaranya maknyoss deh, bikin orang yang denger langsung jadi pada tobat, hehe mantap ^^
selain itu juga nampilin drama yang berjudul "kakak senyum", terinspirasi dari program ngajar di panti al quddus, alhamdulillah bisa istiqomah, tapi nanti ditinggal kkn dulu ya, adik adik hehe

yah, jadi artis sehari deh kalian hehe
nice job ^^


Rabu, 27 Juni 2012

tetep jagoan deh, suer :')

Nani, Postiga, Pepe, Alves, Ronaldo, Patricio
Moutinho, Coentrao, Meireles, Pereira, Miguel


gak papa, tetep jagoan deh , suerrr :')

Senin, 25 Juni 2012

lagu ibu - ost hafalan surat delisa


Lembut kukenang, kasihmu ibu
di dalam hati ku kini menanggung rindu
kau tabur kasih seumur masa
bergetar syahdu, ooh di dalam nadiku

9 bulan ku dalam rahimmu
bersusah payah, oh ibu jaga diriku
sakit dan lelah tak kau hiraukan
demi diriku, oh ibu buah hatimu

Tiada ku mampu, membalas jasamu
Hanyalah do’a oh di setiap waktu
Oh ibu tak henti kuharapkan do’amu (2x)
mengalir di setiap nafasku (2x)
Ibuuuuuuuuuuuuuu……….. (3x)

Lembut kukenang, kasihmu ibu
Di dalam hati ku kini menanggung rindu
Engkau tabur kasih seumur masa
Bergetar syahdu oh di dalam nadiku

Indah bercanda denganmu ibu
Di dalam hati ku kini slalu merindu
Sakit dan lelah tak kau hiraukan
Demi diriku, oh ibu buah hatimu

Tiada ku mampu, membalas jasamu
Hanyalah doa oh di setiap waktu
Oh ibu tak henti kuharapkan doamu (2x)
Mengalir di setiap nafasku (2x)
Ibuuuuuuuuuu…….. (3x)

“Allahummaghfirlii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa”
 

gara gara tulisan kak Asa nih jadi kangen ibu, tanggung jawab kak ! :')

Sabtu, 23 Juni 2012

janji masa depan lebih baik

"Jumlah total SD di Indonesia adalah 144.228, nah berikan 144.228 guru2 terbaik, super, keren, memesona, menakjubkan yg benar2 paham bagaimana menjadi seorang guru, maka generasi yg lebih baik telah selangkah lebih dekat. Satu sekolah, satu guru yg keren"- D. Tere Liye

ya, karena janji masa depan yang lebih baik, selalu berada di genggaman tangan mereka :)

"Lala aku cemburu tau" ucap Bhumi

"Suatu hari kelak, aku akan menggantikan posisimu itu Lala, bercerita panjang lebar tentang bagaimana hariku, dipangkuan kakak mu yang sedang serius membaca buku itu" ucap Bhumi kepada Lala sambil tersenyum

"Coba saja kalau bisa, weeeek..." Lala membalas sambil mengejek berlari tertawa terbahak bahak

Mereka berdua kembali bermain kejar kejaran, seperti biasa...

Selasa, 19 Juni 2012

Ojo dumeh, ojo kagetan, ojo gumunan ^^

1. Ojo dumeh. janganlah mentang2. tidak baik mentang2 kaya, mentang2 gagah, mentang2 cantik, mentang2 pintar, walaupun memang kaya, gagah, cantik dan pintar. apalagi kalau tidak kaya, gagah, cantik dan pintar, ojo dumeh.

2. Ojo kagetan. janganlah mudah kaget, terkejut. semua disikapi tengah2 saja. kaget, tdk terlalu. terkejut, juga tdk terlalu. marah, tdk terlalu. sedih, juga tdk perlu terlalu. karena 'terlalu' itu biasanya tidak baik.

3. Ojo gumunan. janganlah mudah kagum. orang2 yg mudah gumunan, biasanya tdk obyektif. apalagi kalau gumunannya berlebihan. sekeren papaun sesuatu, jangan mudah terpana, janganlah mudah menyanjung2, memuji2. terlalu gumunan akan membawa kita tutup mata, kebal hati, dan tidak mau mendengarkan nasehat lagi.


Senin, 18 Juni 2012

belajarlah dari air dellila






"ilmu itu layaknya air, mengalir ketempat yang rendah, maka rendahkan lah hati untuk mendapatkan ilmu"

pagi itu hening, matahari pun seakan akan enggan mengganggu keheningan pagi nan syahdu itu, daun yang jatuh pun seakan menjatuhkan dirinya malu malu...

delilla pagi itu seperti biasa, menyiapkan secangkir teh hangat kesukaan suaminya, bhumi.
"sayang, maukah kau menemaniku hari ini pergi kemuara itu, aku sedang ingin menikmati udara luar, menikmati indahnya alam, bersamamu..." ucap bhumi sambil menerima secangkir teh dari dellila
sang istri hanya tersenyum, ya senyum itu seakan akan bercerita "aku akan menemanimu suamiku, kemanapun itu" 

sampailah mereka pada muara itu, muara yang tenang, sejuk, dibawah pohon yang rindang, akarnya besar, daun-daun yang jatuh berserakan membuat semakin romantis tempat itu...

mereka diam sejenak, duduk di bawah pohon itu, menatap jauh, melihat muara, muara yang tenang, memantulkan hamparan langit dan gunung yang indah

"istriku, aku mengajak engkau kesini, karena aku ingin bercerita istriku, tentang muara yang indah ini" ucap bhumi kepada dellila
istrinya lagi lagi hanya tersenyum, sambil memasukkan tangannya disela sela tangan suaminya, lalu menyandarkan kepalanya di bahu suaminya, "berceritalah suamiku, aku akan mendengarkan dengan sepenuh hati" ucap dellila manja

"lihatlah air itu dellila, kita harus banyak belajar dari air itu, ia keluar dari mata air dengan jernih, jernih sekali, kemudian ia mengalir, melewati sungai itu, tahukah sayangku, ia melewati sungai itu dengan ikhlas, ikhlas sekali, seringkali menemui bebatuan diperjalanannya, sungai yang berkelak kelok, tapi lihatlah sayangku, dia tetap ikhlas mengalir, tanpa mengeluh sekalipun, kadang ia menemui air terjun, ia tidak berhenti sayangku, ia biarkan dirinya jatuh, ikhlas, lalu berjalan lagi, kadang ia melihat keatas, ia ingin sekali menjadi seperti awan dan gunung-gunung itu, bisa melihat keindahan dari atas langit, tapi apa dia protes sayangku? tidak, dia tetap mengalir, karena dia tahu, tujuan dia adalah muara, muara yang indah ini sayangku, tapi lihatlah sayangku, apa kau tidak memperhatikan sayang? lihatlah, sesampainya ia di muara yang tenang, ia mendapatkan itu semua sayangku, ia melihat awan itu, gunung itu ada didalam dirinya, lihatlah muara dihadapan kita ini sayangku, bukankah ia memantulkan awan dan gunung di dirinya?" 

bhumi berhenti sejenak, menghela nafas sambil melihat wajah istrinya yang meneduhkan itu, mata mereka bertemu, tersenyum, lalu kembali melanjutkan cerita

"ya, kita harus belajar banyak dari air dellila" ucap bhumi 

memulai segala sesuatunya dengan jernih, pikiran dan hati yang bening, menilai sesuatu dengan nilai yang sejernih mungkin...layaknya air yang keluar dari mata air itu

ikhlas menjalani hidup ini tanpa mengeluh sekalipun, walau diperjalanan bertemu banyak batu sandungan, jalan yang berkelok kelok, jatuh dan bangun, kita harus tetap berjalan, menerima, ikhlas...layaknya air yang selalu ikhlas menerpa bebatuan dan jatuh dari air tejun itu

terus melangkah sampai pada saat waktunya sampai, ya "khusnul khotimah" sayangku...layaknya air yang selalu mengalir menuju muara itu

dan satu lagi sayangku,
pantulan awan dan gunung itu mengajariku sesuatu, 
"jika kamu inginkan surga, maka pastikan surga ada didalam diri kita"

memang benar sayangku, guru yang terbaik adalah alam, karena alam tidak pernah berdusta, sedikitpun

"dellila, aku berdoa pagi ini, aku berdoa semoga Allah mengijinkan kita untuk terus istiqomah menuju tujuan kita, surga, semoga Allah mengijinkan bidadari yang sedang bersender dibahuku ini selalu menemaniku sampai saat khusnul khotimah itu datang, aku berdoa semoga di surga nanti kita dipertemukan kembali, sayangku"

air mata dellila menetes dibahu suaminya itu, "amin ya Allah" dalam hatinya, kembali suasana menjadi hening, menikmati indahnya ciptaan Allah bersama ciptaan Allah yang paling indah juga...

 
    

Minggu, 17 Juni 2012

pohon impian



 pohon impian panti asuhan al quddus


 pohon impian panti asuhan al ghafari

lihat, mereka saja punya impian, yang saya kagumi adalah impian mereka bervariasi, tidak seperti jaman saya dulu, yang hampir satu kelas bercita cita jadi dokter atau insinyur, tidak, tidak untuk mereka, ada yang jadi penulis, pengusaha, guru, yaa sesuai dengan hati mereka saja...
nih anak anaknya...

suasana panti asuhan al quddus 



suasana panti asuhan al ghafari



ya , semoga kalian jadi lebih termotivasi, kawan ^^

Sabtu, 16 Juni 2012

daun yang jatuh tak pernah membenci angin







“Daun yang jatuh tak pernak membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya.”- tere liye

Bahwa hidup harus menerima… penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti… pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami… pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.

Cerita tentang seorang gadis cilik yang menjadi saksi kerasnya kehidupan tumbuh anggun menjadi gadis anggun yang pintar. Gadis yang bersama adik dan ibunya itu pernah menjalani masa-masa sulit sepeninggal ayah mereka. Masa-masa harus meninggalkan sekolah, tinggal di rumah kardus, mengamen dan makan tak teratur. Sampai ada satu malaikat yang muncul di tengah kehidupan mereka. Seorang malaikat yang Tania bersumpah akan menuruti semua kata-katanya, keinginannya dan sumpahnya pada ibunya, Tania hanya akan menangis karena seseorang itu...
berharap "malaikat" itu bisa mencintainya ketika dia sudah tumbuh dewasa kelak
namun, hidup memang terkadang hanya menjadi sebuah penerimaan, ikhlas...

"Pria selalu punya ruang tersembunyi di hatinya. Tak ada yang tahu, bahkan percayakah kau, ruang sekecil itu jauh lebih absurd daripada seorang wanita terabsurd sekalipun."- tere liye

Karena soal perasaan selalu sederhana, seperti mengucap "aku serahkan hidup matiku hanya untuk Mu" disujud sepertiga malam itu, karena soal perasaan selalu berakhir indah ketika semua pengharapan itu hanya ditujukan pada-Nya, selalu indah , seindah goresan sabda Mu dalam kitabku...


toh?

"toh, kita memiliki dua kecintaan yang sama, cinta anak-anak dan kue pukis" - akhwat odong shalihah

Senin, 11 Juni 2012

akhirnya kesini lagi :)

"eh, mas ee, umm, siapa yaa??" kata gadis kecil itu sambil telunjuknya mengarah kearah kepalanya, sepertinya sedang berfikir keras, melihat aku yang baru saja datang, aku tahu ekspresi itu, ekspresi "kayaknya pernah melihat dulu, tapi aku lupa mas"
setelah itu nyengir... "aku lali e mas. hehe"
ya namanya vina, 10 bulan yang lalu aku akrab sekali dengan dia, dipanti ini, sampai sampai sewaktu mau pulang dia masih terus menyalami, lebih dari 10 kali mungkin, untuk sekedar salaman , "toss" , usap usap kepala sambil bilang "belajar yang rajin ya", yah seperti itu, seperti tidak mau ditinggal

ya, wajar, setidaknya dia masih ingat wajahku

kira-kira 10 bulan yang lalu, terakhir kali aku ketempat ini, bermain bersama mereka lagi, menggendong mereka lagi, main tebak-tebakan bersama mereka lagi...

mereka seperti berlomba lomba mencari perhatian,
ada yang datang langsung ngelendot, "ee mas adit!" sambil nyengir dan meluk pinggang,
ada yang pura-pura naik mobil dan tidak mau turun kalo tidak di gendong, "ayo masuk yuk daus, acara nya mau dimulai! " seru ku yang melihatnya sedang ada di atas bak mobil, dan dia langsung menengadahkan kedua tangannya, aku tahu tanda itu, ya tanda seorang anak kecil yang ingin digendong, "welah, yuk, upsss" sambil menggendong si daus dari atas mobil yang badannya mulai membesar, lumayan berat sih





ini yang namanya vina ,hehe

mungkin,
ini mungkin ya
"mungkin di dunia ini sepertinya mereka yang membutuhkan bantuan dari kita, padahal nanti diakhirat kita lah yang membutuhkan mereka"
yah, namanya saja "mungkin" , siapa tau? :)


Sabtu, 09 Juni 2012

ya, lagi :)

"Hingga kelak, biarlah Allah yang menyampaikannya kepada hati yang tepat. Entah engkau, entah siapa." - A. G. Lizadi

selalu menginspirasi deh kamu mbak, hehe :)

Kamis, 07 Juni 2012

dellila, kamu kah itu?

malam itu begitu teduh, masih ada sedikit bercak hujan di daun pohon itu, menyeruak setia kepada daun yang pasrah seakan-akan tiada pilihan untuknya, ya daun itu merindukan rintik hujan yang sudah lama tidak membelainya

malam itu bhumi masih terduduk diatas kursi santai nya, mencoba menikmati gerimis seakan-akan tidak mau kalah rindu dengan sang daun,
"dellila, kamu kah itu?" dalam hati bhumi berucap
spontan bhumi mengucap "astaghfirullah" sambil menundukkan mata hampir terpejam, karena memang belakangan ini dia mulai berharap dellila juga memikirkannya, belakangan ini bhumi berharap dellila tau kalau memang sejak dulu bhumi memang menunggu nya dan berharap akan adanya balasan dari dellila, tapi segera diinsyafi karena pada hakikatnya mencintai itu hanya memberi

bhumi masih terpejam saat itu, dan masih diatas sajadah tahajudnya dan dia mengambil sepucuk kertas lalu menuangkan isi hati nya yang sudah meluap itu, bhumi memang selalu mengungkapkan isi hati nya dengan menulis, itu membuatnya lebih lega

"delilla, wahai gadis manis yang selalu ceria, andai kamu tahu, ingin sekali aku memiliki senyum itu, dikeseharianku, menyemangatiku dikala aku ingin berangkat kerja, setia mengindahkan isi rumah ini yang rindu akan hiasan senyum itu dellila..."

"aku yakin dellila, doaku dan doamu akan terpatri dilangit yang sama pada sepertiga malam ini, walau kita belum berada pada sajadah yang sama, tapi aku yakin sang Pencipta alam akan menjawab 'ya' dellila..."

"aku yakin dellila, cinta itu selalu kebetulan, aku dan kamu akan selalu dipertemukan dengan cara-cara kebetulan yang tidak akan kita perkirakan, entah itu kapan, yang jelas Allah sudah menyiapkan kebetulan-kebetulan itu dellila..."

"dellila, aku tahu sekarang belum pantas, tapi beri aku sedikit waktu untuk memantaskan diri, memapankan diri, menjadi orang yang memang layak untuk mendapatkan senyuman mu menjadi halal bagiku, sabarlah dellila..."

azan subuh mengaung diudara pagi itu, ya sudah subuh, bhumi segera menghapus air mata harunya, bersiap menuju masjid kesayangannya itu...

"sabarlah delilla..." desis bhumi sambil tersenyum

*belajar menulis, terinspirasi dari mbak pita, walaupun ceritanya berbeda hehe


Rabu, 06 Juni 2012

siapa yang tidak rindu coba?


siapa yang tidak takjub? dan rindu tentunya, dengan rumah Allah, masjid
ya, mana ada sih masjid yang tidak sejuk?
selama dijogja, ini masjid favorit saya, ya tidak ada bedanya sih, tapi gak tau kenapa saya suka sekali suasana nya, kesejukannya, kebersihannya, lingkungan sekitar yang dipenuhi rumah tahfidz, bacaan imam yang hafidz itu subhanAllah bikin siapa saja lebih menikmati shalat
sholat subuh saja bisa 4-5 shaf, setiap senin dan kamis selalu tersedia makanan untuk buka puasa bagi mereka yang berpuasa

oya, ada kolam ikannya juga lho, hehe


pernah suatu saat pulang kuliah kepala ini pusing sekali dengan segudang materi materi kuliah itu, tempat pelarian saya ya disini, ngeliatin ikan-ikan yang besar sekali, ada air mancurnya lagi, yang paling gede yang warna kuning, terakhir melihat kemarin sepertinya lagi hamil, hwehe

ah, gak tau kenapa, nyaman banget pokoknya
mungkin rumah rumah tahfidz yang ada di sekitar masjid ini membuat suasana masjid ini menjadi begitu meneduhkan, ya mungkin saja, itu kuasa Nya kan?


oh ya, hampir saja lupa, masjid nurul 'ashri , itu namanya
silahkan mencoba :p


Senin, 04 Juni 2012

moga bunda disayang Allah






"dia mencintai anak-anak, Ryan. Bukan ! bukan karena mereka terlihat menggemaskan, tapi karena menyadari janji kehidupan yang lebih baik selalu tergenggam di tangan anak-anak"

novel ini membuat aku jatuh cinta, oh maaf, bukan hanya jatuh cinta, karena hanya soal itu aku sudah lama merasakannya, novel ini membuat 'lebih' jatuh cinta lagi kepada Nya. 

yang aku tahu, janjiNya tidak akan pernah ingkar,
"dibalik kesusahan, pasti selalu ada kemudahan"

mengajarkan kita akan indahnya berbagi, sederhananya mencintai, indahnya suatu hasil kerja keras :)

oh ya, satu lagi,
janji Allah satu lagi, bahwa "Allah selalu bersama orang-orang yang sabar"
aku belajar itu, dari novel ini

akhir kalimat dari novel ini, melati bergumam disaat dirinya ingin tidur setelah dibacakan dongeng oleh bunda, dan bunda tahu benar arti gumaman itu "moga bunda disayang Allah"

dalam hati aku pun bergumam "moga ibu, ayah disayang Allah" :)
selepas shalat maghrib, nurul ashri memang selalu membuat siapapun jatuh cinta, ah