Selasa, 08 November 2011

jangan tunggu kaya dulu

Seorang teman pernah berkata begini : “Ntar kalo dah kaya, baru deh gue kasih bantuan ke orang-orang susah. Lah, sekarang mau makan steak mahal aja mikir-mikir seribu kali, eh…masa gue mesti merogoh kantong buat nolongin orang susah?”

Hmm…bukankah kita pun sering berkata seperti itu? Diri sendiri saja belum cukup mampu untuk makan enak dan menggunakan barang-barang mahal dan bermerek, masa sok-sok-an menolong orang lain.

Yeah, itu hal yang wajar. Tetapi, bila kamu membaca kisah di bawah ini, maka kamu - mungkin - akan berubah pikiran. Prinsip TUNGGU SAYA KAYA DULU,mungkin akan dibuang jauh-jauh. Karena ketika kita memberi saat punya uang berlebih, itu adalah hal yang biasa. Tetapi jika kita memberi di saat hidup sedang ngepas, itu baru luar biasa.

Dan itulah yang dilakukan oleh seorang kekek bernama Bai Fang Li. Dia berasal dari daerah Changxia, Hebei. Pekerjaannya adalah tukang becak. Dilihat dari fisiknya sangat tidak meyakinkan karena badannya kurus dan kecil, tetapi semangat hidup dan pengabdiannya sangat tinggi.

Setelah bersekutu dengan Tuhan, dia mulai keluar jam 6 pagi dan sepanjang hari dia melakukan aktivitasnya ini, lalu pulang ketika jam sudah menunjuk angka 8 malam. Menariknya, uang hasil kerja kerasnya ini bukan untuk dinikmati sendiri. Setelah diambil untuk sewa gubuknya dan membeli dua potong kue kismis untuk makan siang serta sepotong daging kecil dan sebutir telur untuk makan malam, sisa uang itu dia sumbangkan ke yayasan yatim piatu.

Hati kakek ini mulai tergerak untuk memberi ketika suatu saat dia melihat seorang anak yang seharusnya sekolah tetapi harus bekerja. Berkali-kali dia memperhatikan anak itu menolong ibu-ibu yang berbelanja dan menerima upah uang recehan. Kemudian dia melihat anak itu beranjak ke tempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang sudah kotor dia pun memakannya.

Ketika ditanya alasannya mengapa anak itu melakukan hal tersebut, dia menjawab, “Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya.” Setelah bertemu dengan kedua adik dari anak lelaki itu, Bai kemudian membawa ketiga anak itu ke yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu. Kepada pengurus yayasan dia berjanji untuk setiap hari mengantar uang hasil menarik becaknya ke situ.

Sejak saat itu, Bai pun semakin bersemangat mengayuh becaknya. “Tidak apa-apa saya menderita, yang penting anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini,” katanya. Suatu hari dia datang ke yayasan tersebut untuk memberikan uang sebesar 500 yuan atau setara dengan 675.000 rupiah. Dia berkata bahwa itu adalah uang terakhir yang bisa dia berikan. Tahun 2005, dia meninggal ketika umurnya 95 tahun, Dia memeng sudah tiada, tetapi namanya tetap abadi di hati masyarakat Tiongkok, bahkan di hati masyarakat dunia.

Kalau kita bersedia memberi hanya jika kita sudah kaya, maka kita tidak akan pernah memberi, sebab kita tidak akan pernah merasakan kaya. Seberapapun harta yang kita miliki, kita akan merasa kurang. Untuk itu, mari belajar memberi dengan apa yang ada pada kita. Jika kita rela, maka pemberian kita akan berdampak positif bagi diri kita sendiri dan sesama.

sehabis blogwalking
ijin share tulisan from "sang cerpenis bercerita"

1 komentar:

  1. Semua itu karena hati nurani yang menggerakkan,karena belaskasihan yang besar.Melakukan hal kecil sangat berarti daripada tidak melakukan apa-apa.

    BalasHapus

jika tidak ada acount silahkan pilih anonim,lalu ketik nama setelah komentar .